Selamat Datang di blog KUA Gedongtengen Kota Yogyakarta, Dalam rangka meningkatkan pelayanan prima, KUA Gedongtengen menerapkan pelayanan berbasis IT

Kamis, 31 Maret 2011

NIKAH SIRRI DAN NIKAH HAMIL


A.    Nikah Sirri
Sirri artinya “rahasia” (secret marriage), yang dalam rumusan fiqih Maliki :

هو الذ ى يو صى فيه الزوج الشهود بكتمه عن امراته عن جما عة ولو اهل منزلة

 “Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk istrinya atau jamaahnya, sekalipun kepada keluarga serumah”

Mazhab Maliki : tidak membolehkan nikah sirri, nikahnya dapat dibatalkan dan pelakunya dapat di hokum had (dera atau rajam), jika telah terjadi hubungan seksul antara keduanya, dan diakui nya atau dengan kesaksian empat orang saksi.
Mazhab Syafi’I dan Hanafi: juga tidak membolehkan nikah sirri, Mazhad Hambali berpendapat bahwa nikah yang di langsungkan menurut syari’at islam adalah sah, meskipun dirahasiakan kedua mempelai, wali dan para saksi, hanya saja hukumnya makruh.
Menurut Riwayat Umar bin Khattab: pernah mengancam pelaku nikah sirri dengan hukuman had (wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islam wa Adillatuh, VII,1989: 71 vide Ibnu Rusy, Bidayatul Mujtahid, II, 1339: 15).
Nikah sirri bertentangan dengan  Al-Qur’an :  Surat  Al-Baqarah ayat (235):
ª…. £`Å3»s9ur žw £`èdrßÏã#uqè? #ŽÅ  H………
Janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia,(sirri) ……….”

Nikah sirri bertentangan dengan dengan hadits Nabi SAW:

او لم ولو بشا ة   {رواه البخارى ومسلم وغيرها}

“ Adakan lah pesta perkawinan ,sekalipun dengan memotong seekor kambing”

ف  بالدفو  بواعليه ضرا و جد المسا ىف اجعلوه و النكاح  هذ اعلنوا

Umumkanlah nikah ini dan laksanakan lah di masjid – masjid , serta ramaikanlah dengan  menabuh rebana/terbang

           Nikah sirri bertentangan dengan peraturan-perundang-undangan yaitu :

1.      Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974: pasal 2 ayat (1) :”Perkawinan adalah sah , apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, Ayat (2): Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, Hal ini di jabarkan dengan pasal 3sampai pasal  10 PP Nomor 9 Tahun 1975.
2.      Kompilasi Hukum Islam  (KHI), menentukan bahwa unsure sah dan unsur tata cara pencatatan diberlakukan secara kumulatif, bahwa pasal 7 ayat (1) KHI menyatakan: bahwa  perkawinan bagi orang yang menikah menurut Hukum Islam hanya dapat dibuktikan dengan “AKTA NIKAH “ yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN), dengan demikian KHI sudah menyatakan unsure pencatatan menjadi syarat adanya nikah yang sah.

Istbat nikah terhadap nikah sirri ini diatur dalam PP no 9 Tahun 1975 pasal 49 ayat (2) dalam penjelasannya, jo. Pasal 64 UU nomor 1 tahun 1974, jo pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) KHI.


B.    Nikah Hamil.
NIkah hamil adalah nikah seseorang perempuan dalam keadaan hamil dengan pria (baik yang menghamilinya maupun yang bukan menghamilinya). Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB VIII tentang Kawin Hamil pasal 53 menyebutkan bahwa:
1.     Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang mengahmilinya.
2.     Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pad ayat (1) dapat dilangsungkan pernikahan, tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3.     Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandungnya lahir.

DALIL-DALIL:
Al-Qur’an Surat An-Nur Ayat : (3) menerangkan bahwa :
ÎT#¨9$# Ÿw ßxÅ3Ztƒ žwÎ) ºpuŠÏR#y ÷rr& Zpx.ÎŽô³ãB èpuÏR#¨9$#ur Ÿw !$ygßsÅ3Ztƒ žwÎ) Ab#y ÷rr& Ô8ÎŽô³ãB 4 tPÌhãmur y7Ï9ºsŒ n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÌÈ     
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”].

Maksud ayat ini Ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.
Asbabun Nuzul ayat tersebut adalah :

(1).  Peristiwa Murtsid al- Ghanawi, pada waktu hijrah ke Madinah ingin menikah dengan seorang WTS (Wanita Tuna Susila), yang bernama “Anaq”.

(2).  Peristiwa Ummu Mahzul seorang wanita tuna susila yang ingin di nikahi oleh sahabat nabi.

(3). Peristiwa pemuda-pemuda Muhajirin yang tidak mempunayi rumah dan sanak keluarga di Madinah, mereka tinggal di tenda-tenda dekat masjid dan ingin menikah dengan WTS  (baghaya) Madinah yang telah mempunyai rumah , menurut al-Qurthuby jumlah pemuda tersebut mencapai 400 orang.

(4) Alasan sudduz dzari’ah dan maslahah mursalah,

(5). Ada hubunganya dengan status anak yang dilahirkan :

a.      UU no. 1 tahun1974 Bab IX tentang kedudukan anak , pasal 42: “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan  dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
b.      KHI pasal 99: (a). anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. (b).Hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.

(6).Dalil Fiqih  menjelaskan sebagai berikut:

كعد مه ده  جو فو حد با يلحق  و يجوز نكاح الحا مل من الزانا لان حملها لا  
{210: 2: ج ب   المهد  }

“Mengawini wanita hamil karena zina itu diperbolehkan, karena kehamilannya itu tidak dapat dihubungkan kepada siapapun juga, sehingga adanya hamil itu sama dengan tidak hamil”.
احة  مع الكر حيننذ ها ووطو  غيره  الزنا سوا ء الزنى او الحامل من  يجو زنكاح
{228 :  ين شد المستر بداية }

“Wanita hamil karena zina boleh menikah dengan orang yang menzinahinya atau dengan orang lain, sedangkan  menggaulinya (ketika hamil) hukumnya makruh”

هم كغبر اشهر شتة فعى  مل عند الشا   الحا ة مد ان اقل اعلم و
{535  :4 :بعهر الاهبا مذ الفقه}
“Ketahuilah bahwa setidak-tidaknya/ sekurang-kurangnya  masa kehamilan itu adalah 6 (enam) bulan menurut mazhab Syafi’I dan dengan mazhba lainnya.



Oleh:  Nur Rokhman

0 komentar:

Posting Komentar

Lokasi KUA